MAKALAH
WARGA
NEGARA DAN NEGARA
DI
SUSUN OLEH:
RIZKY
MUCHYADI (56416608)
KELAS
: 1IA18
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang warga negara dan negara dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bekasi, 11 Februari 2017
Rizky Muchyadi
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...………………………………………………………i
DAFTAR
ISI...………………………………………………………………..ii
BAB I
PENDAHULUAN..…………………………………………………...1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………...1
1.2.
Tujuan Penulisan ………………………………………..............1
1.3.
Rumusan Masalah.………………………………………………1
BAB II
ISI…………………………………………………………………….2
2.1 Hukum , Negara dan
Pemerintahan
….…………………………..3
2.2 Pengertian warga dan kewarganegaraan………………………….10
2.3 kedudukan warga negara dalam negara…………………………...11
2.4 Hak dan kewajiban warga negara Indonesia….………………......14
2.5 Pengertian Warna Negara ……………….……………………….16
2.6 Pengertian negara…………………………………………………18
BAB
III PENUTUP…………………………………………………………...24
3.1 Kesimpulan………………………………………………………..24
3.2 Saran………………………………………………………………24
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………25
BAB I
PENDAHULUAN
1 1.1 Latar
Belakang
Latar belakang Warga Negara dan
Negara perlu dikaji lebih jauh, mengingat demokrasi yang ingin ditegakkan
adalah demokrasi berdasarkan Pancasila. Aspek yang terkandung dalam demokrasi
Pancasila antara lain ialah adanya kaidah yang mengikat Negara dan Warga Negara
dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya.
Secara material ialah mengakui harkat dan marabat manusia sebagai mahluk Tuhan,
yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya, dan memanusiakan Warga
Negara dalam masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa. Pada waktu sebelum
terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh utnuk
melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit
hal ini isa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan
semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan
lainnya.
Akibatnya seperti kata Thomas
Hobbes (1642) manusia seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo
hominilopus) berlaku hokum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap
yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam
kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan
yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara.
1 1.2 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk
menambah wawasan mengenai hubungan Warga Negara dan Negara. Tidak hanya itu,
kita juga dapat mengetahui bagaimana caranya mempersatukan hubungan Warga
Negara dan Negara.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti:
1. Apa pengertian warga negara dan negara
2. Apa Unsur-unsur Negara?
3. Apa Fungsi Negara?
4. Apa Sifat Negara dan Tujuan negara?
5. Apa saja hukum-hukum yang mengatur tentang warga negara?
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti:
1. Apa pengertian warga negara dan negara
2. Apa Unsur-unsur Negara?
3. Apa Fungsi Negara?
4. Apa Sifat Negara dan Tujuan negara?
5. Apa saja hukum-hukum yang mengatur tentang warga negara?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Hukum , negara dan pemerintahan
A. Hukum
Sukar kiranya untuk memberikan suatu definisi tentang hukum. Beberapa perumusan yang ada, masing-masing menonjolkan segi tertentu dari hukum. Di dalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, Utrecht memberikan batasan hukum sebagai himpunan eraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib dalam masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
Sukar kiranya untuk memberikan suatu definisi tentang hukum. Beberapa perumusan yang ada, masing-masing menonjolkan segi tertentu dari hukum. Di dalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, Utrecht memberikan batasan hukum sebagai himpunan eraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib dalam masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
Selain Utrecht beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah pula merumuskan definisi hukum. Di antaranya adalah JCT. Simorangkir SH. dan Woerjono Sastropranoto SH. yang mendefinisikan hukum sebagai peraturan- peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
a) Ciri-ciri dan Sifat Hukum
Agar dapat mengenal hukum lebih jelas, maka kita perlu mengenal ciri dan sifat dari hukum itu sendiri.
Ciri hukum adalah :
- adanya perintah atau larangan
Agar dapat mengenal hukum lebih jelas, maka kita perlu mengenal ciri dan sifat dari hukum itu sendiri.
Ciri hukum adalah :
- adanya perintah atau larangan
- perintah atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Agar tata tertib dalam masyarakat dapat dilaksanakan dan tetap terpelihara dengan baik, perlu ada peraturan yang mengantur dan memaksa tata tertib itu untuk ditaati yang disebutkaidah hukum. Dan kepada barangsiapa yang melanggar baik disengaja atau tidak, dapat dikenai sangsi yang berupa hukuman.
Akan tetapi temyata tidak setiap orang mau menaati kaidah hukum tersebut, oleh karena itu agar peraturan hidup itu benar-benar dilaksanakan dan ditaati, maka perlu dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Sehingga hukum menjadi peraturan hidup yang dapat memaksa orang untuk menaati serta dapat memberikan sangsi tegas terhadap setiap orang yang tidak mau mematuhinya.
Akan tetapi temyata tidak setiap orang mau menaati kaidah hukum tersebut, oleh karena itu agar peraturan hidup itu benar-benar dilaksanakan dan ditaati, maka perlu dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Sehingga hukum menjadi peraturan hidup yang dapat memaksa orang untuk menaati serta dapat memberikan sangsi tegas terhadap setiap orang yang tidak mau mematuhinya.
b) Sumber-sumber Hukum
Ialah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang memaksa, yang kalau dilanggar dapat mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi formal dan segi material.
Sumber hukum material dapat kita tinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut politik, sejarah, ekonomi dan lain-lain.
Ialah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang memaksa, yang kalau dilanggar dapat mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi formal dan segi material.
Sumber hukum material dapat kita tinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut politik, sejarah, ekonomi dan lain-lain.
Sedangkan sumber hukum formal antara lain ialah :
1) Undang-undang (Statute)
Ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara;
2) Kebiasaan (Costum)
Ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat. Sehingga tindakan yang berlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.
3) Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi)
Ialah keputusan hakim terdahulu yang sering dijadikan dasar keputusan hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
4) Traktat (Treaty)
Ialah perjanjian antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal, sehingga masing-masing pihak yang bersangkutan terikat dengan isi perjanjian tersebut.
3) Pendapat Sarjana Hukum
Ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah.
Ialah keputusan hakim terdahulu yang sering dijadikan dasar keputusan hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
4) Traktat (Treaty)
Ialah perjanjian antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal, sehingga masing-masing pihak yang bersangkutan terikat dengan isi perjanjian tersebut.
3) Pendapat Sarjana Hukum
Ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah.
c) Pembangian Hukum
1) Menurut “sumbernya” hukum dibagi dalam :
- Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
- Hukum Kebiasaan, yaitu hukum yang terletak pada kebiasaan (adat).
- Hukum Traktat, ialah hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara.
1) Menurut “sumbernya” hukum dibagi dalam :
- Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
- Hukum Kebiasaan, yaitu hukum yang terletak pada kebiasaan (adat).
- Hukum Traktat, ialah hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara.
- Hukum Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
2) Menurut “bentuknya” hukum dibagi dalam :
- Hukum tertulis, yang terbagi lagi atas :
- hukum tertulis yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah dibukukan jenis-jenisnya dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
2) Menurut “bentuknya” hukum dibagi dalam :
- Hukum tertulis, yang terbagi lagi atas :
- hukum tertulis yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah dibukukan jenis-jenisnya dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
- hukum tertulis tak dikodifikasikan.
- Hukum tak tertulis.
3) Menurut “tempat berlakunya” hukum dibagi dalam:
- Hukum Nasional ialah hukum dalam suatu negara.
- Hukum Internasional ialah hukum yang mengatur hubungan internasional.
- Hukum Asing ialah hukum dalam negara lain.
- Hukum tak tertulis.
3) Menurut “tempat berlakunya” hukum dibagi dalam:
- Hukum Nasional ialah hukum dalam suatu negara.
- Hukum Internasional ialah hukum yang mengatur hubungan internasional.
- Hukum Asing ialah hukum dalam negara lain.
- Hukum gereja ialah norma gereja yang ditetapkan untuk anggota- anggotanya.
4) Menurut “waktu berlakunya” hukum dibagi dalam:
- Ius Constitutum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu da'am suatu daerah tertentu.
- Ius Constituendum ialah hukum yang diharapkan akan berlaku di waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (hukum alam) ialah hukum yang berlaku dalam segala bangsa di dunia.
5) Menurut “cara mempertahankannya” dibagi dalam :
- Hukum material ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah- perintah dan larangan iarangan.
4) Menurut “waktu berlakunya” hukum dibagi dalam:
- Ius Constitutum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu da'am suatu daerah tertentu.
- Ius Constituendum ialah hukum yang diharapkan akan berlaku di waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (hukum alam) ialah hukum yang berlaku dalam segala bangsa di dunia.
5) Menurut “cara mempertahankannya” dibagi dalam :
- Hukum material ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah- perintah dan larangan iarangan.
Contoh : Hukum Perdata, dan lain-lain. Oleh karena itu, bila kita berbicara Hukum Pidana atau Perdata. maka yang dimaksud adalah Hukum Pidana atau Perdata material.
- Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) ialah hukum yang memuat peraturan yang nrengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan yang nrengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi putusan.
Contoh : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
6) Menurut “sifatnya" hukum dibagi dalam :
- Hukum yang memaksa ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan nrempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur (pelengkap) ialah hukum yang dapat dikesampingkan, apabila pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian.
7) Menurut “wujudnya” hukum dibagi dalam :
- Hukum Obyektif ialah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
- Hukum Subyektif ialah hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih. Kedua jenis hukum ini jarang digunakan.
- Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) ialah hukum yang memuat peraturan yang nrengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan yang nrengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi putusan.
Contoh : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
6) Menurut “sifatnya" hukum dibagi dalam :
- Hukum yang memaksa ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan nrempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur (pelengkap) ialah hukum yang dapat dikesampingkan, apabila pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian.
7) Menurut “wujudnya” hukum dibagi dalam :
- Hukum Obyektif ialah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
- Hukum Subyektif ialah hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih. Kedua jenis hukum ini jarang digunakan.
8) Menurut “isinya" hukum dibagi dalam :
- Hukum Privat (Hukum Sipil) ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik (Hukum Negara) ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat perlengkapan atau negara dengan warganegaranya.
Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan warganegaranya, serta menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh warga negara. golongan atau oleh negara sendiri. Oleh karena itu negara mempunyai dua tugas pokok :
1) Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan asosial, artinya bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2) Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan- golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruh atau tujuan sosial.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantara pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang teratur dan paling kuat, oleh karena itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menetapkan diri dalam rangka ini. Pentingnya sistem hukum ini sebagai perlindungan, bagi kepentingan- kepentingan yang telah melindungi kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan. Meskipun kaidah-kaidah tersebut ikut berusaha menyelenggarakan dan perlindungan kepentingan orang dalam masyarakat, tetapi belum cukup kuat untuk melindunginya mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Bahkan berarti kepentingan warga masyarakat tidak terpenuhi oleh kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan, tetapi tidak cukup terlindungi atau terjamin. Sebab mungkin saja terlaksana dengan kaidah tersebut, untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi perlu sistem hukum. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah hukum positif dimaksudkan untuk menandai “differentie” dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat, tampil lebih jelas, tegas dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat. Sebagai atribut positif ini adalah: Pertama, bukanlah kaidah sosial yang mengambang atau tidak jelas bentuk dan tujuannya. Sehingga dibutuhkan lembaga khusus yang bertujuan merumuskan dengan jelas tujuan yang hendak dicapai oleh hukum. Kedua, dibutuhkan staf (personalia) yang menjaga berlakunya hukum, seperti posisi, kejaksaan dan pengadilan.
Sifat dan peraturan hukum tersebut adalah memaksa dan menghendaki tujuan yang lebih dalam, pengertian memaksa bukanlah senantiasa dipaksakan apabila tindakan sewenang-wenang. Sebab hukum itu sebagai kongkretisasi daripada sistem nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, yang perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu : Sistem norma, sebagai sistem kontrol dan sebagai sistem engineering (pemegang kekuasaan memelopori proses pengkaidahannya). Sehingga hukum diartikan sebagai serumpunan peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan- kepentingan orang dalam masyarakat.
Hukum tidak lain hanyalah merupakan sarana bagi pemerintah atas tangan- tangan yang berkuasa untuk mengerahkan cara berpikir dan bertindak dalam rangka kebijakan tujuan nasional. Dalam kediriannya secara intern tidak ada sangkut-paut dengan “kaidah” dan “kebenaran” dalam makna dan hakiki yang sebenarnya, dalam rangka konseptualisasi hukum selalu berpihak, selalu berwarna dan memang yang terpancangdalam kamus hukum hanya dirasakan dan dialami, bermakna dan berwujud relatif serta karakter dari sosial, budaya, struktural dan agama sekalipun.
Agar masyarakat siap memakai hukum positif, perlu mempelajari manajemen hukum dan kultur hukum. Sebab sistem hukum terurai dalam tiga komponen yaitu : (1) Substansi, (2) Struktur dan (3) Kultur. Manajemen hukum memikirkan bagaimana mendayagunakan sumber daya dalam masyarakat untuk mengatur masyarakat melalui hukum. Kultur hukum adalah nilai dan sikap dalam masyarakat mengenai hukum.
Untuk menganalisa lebih tajam apa sebenarnya hukum, maknanya, peranannya, dampaknya dalam proses interaksi dalam masyarakat, perlu dipelajari 10 aspek penganalisa yaitu :
1) Jangan mengindentifikasikan “hukum” dengan “kebenaran keadilan”.
2) Tidak dengan sendirinya harus adil dan benar.
3) Hukum tetap mengabdikan diri untuk menjamin kegiatan masa sistem dan bentuk pemerintahan.
4) Meskipun mengandung unsur keadilan atau kebaikan tidak selamanya disambut dengan tangan terbuka.
5) Hukum dapat diidentifikasikan dengan kekuatan atas kekuasaan.
6) Macam-macam hukum terlalu dipukulratakan.
7) Jangan apriori bahwa hukum adat lebih baik dari hukum tertulis.
- Hukum Privat (Hukum Sipil) ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik (Hukum Negara) ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat perlengkapan atau negara dengan warganegaranya.
Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan warganegaranya, serta menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh warga negara. golongan atau oleh negara sendiri. Oleh karena itu negara mempunyai dua tugas pokok :
1) Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan asosial, artinya bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2) Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan- golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruh atau tujuan sosial.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantara pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang teratur dan paling kuat, oleh karena itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menetapkan diri dalam rangka ini. Pentingnya sistem hukum ini sebagai perlindungan, bagi kepentingan- kepentingan yang telah melindungi kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan. Meskipun kaidah-kaidah tersebut ikut berusaha menyelenggarakan dan perlindungan kepentingan orang dalam masyarakat, tetapi belum cukup kuat untuk melindunginya mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Bahkan berarti kepentingan warga masyarakat tidak terpenuhi oleh kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan, tetapi tidak cukup terlindungi atau terjamin. Sebab mungkin saja terlaksana dengan kaidah tersebut, untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi perlu sistem hukum. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah hukum positif dimaksudkan untuk menandai “differentie” dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat, tampil lebih jelas, tegas dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat. Sebagai atribut positif ini adalah: Pertama, bukanlah kaidah sosial yang mengambang atau tidak jelas bentuk dan tujuannya. Sehingga dibutuhkan lembaga khusus yang bertujuan merumuskan dengan jelas tujuan yang hendak dicapai oleh hukum. Kedua, dibutuhkan staf (personalia) yang menjaga berlakunya hukum, seperti posisi, kejaksaan dan pengadilan.
Sifat dan peraturan hukum tersebut adalah memaksa dan menghendaki tujuan yang lebih dalam, pengertian memaksa bukanlah senantiasa dipaksakan apabila tindakan sewenang-wenang. Sebab hukum itu sebagai kongkretisasi daripada sistem nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, yang perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu : Sistem norma, sebagai sistem kontrol dan sebagai sistem engineering (pemegang kekuasaan memelopori proses pengkaidahannya). Sehingga hukum diartikan sebagai serumpunan peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan- kepentingan orang dalam masyarakat.
Hukum tidak lain hanyalah merupakan sarana bagi pemerintah atas tangan- tangan yang berkuasa untuk mengerahkan cara berpikir dan bertindak dalam rangka kebijakan tujuan nasional. Dalam kediriannya secara intern tidak ada sangkut-paut dengan “kaidah” dan “kebenaran” dalam makna dan hakiki yang sebenarnya, dalam rangka konseptualisasi hukum selalu berpihak, selalu berwarna dan memang yang terpancangdalam kamus hukum hanya dirasakan dan dialami, bermakna dan berwujud relatif serta karakter dari sosial, budaya, struktural dan agama sekalipun.
Agar masyarakat siap memakai hukum positif, perlu mempelajari manajemen hukum dan kultur hukum. Sebab sistem hukum terurai dalam tiga komponen yaitu : (1) Substansi, (2) Struktur dan (3) Kultur. Manajemen hukum memikirkan bagaimana mendayagunakan sumber daya dalam masyarakat untuk mengatur masyarakat melalui hukum. Kultur hukum adalah nilai dan sikap dalam masyarakat mengenai hukum.
Untuk menganalisa lebih tajam apa sebenarnya hukum, maknanya, peranannya, dampaknya dalam proses interaksi dalam masyarakat, perlu dipelajari 10 aspek penganalisa yaitu :
1) Jangan mengindentifikasikan “hukum” dengan “kebenaran keadilan”.
2) Tidak dengan sendirinya harus adil dan benar.
3) Hukum tetap mengabdikan diri untuk menjamin kegiatan masa sistem dan bentuk pemerintahan.
4) Meskipun mengandung unsur keadilan atau kebaikan tidak selamanya disambut dengan tangan terbuka.
5) Hukum dapat diidentifikasikan dengan kekuatan atas kekuasaan.
6) Macam-macam hukum terlalu dipukulratakan.
7) Jangan apriori bahwa hukum adat lebih baik dari hukum tertulis.
8) Jangan mencampur-adukkan substansi hukum dengan cara atau proses sampai terbentuk dasar diundangkannya hukum.
9) Jangan mencampur-adukkan “law in activis” dengan “law in books” dari aparat penegak hukum.
10) Jangan menganggap sama aspek terjang penegak hukum dengan hukum.
Oleh karena itu hukum tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan faktor sosial budaya dan struktur negara, dan masyarakat tidak mungkin bermakna dan berada tc npa hukum, mulai bayi sampai dewasa, menikah dan meinggal
9) Jangan mencampur-adukkan “law in activis” dengan “law in books” dari aparat penegak hukum.
10) Jangan menganggap sama aspek terjang penegak hukum dengan hukum.
Oleh karena itu hukum tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan faktor sosial budaya dan struktur negara, dan masyarakat tidak mungkin bermakna dan berada tc npa hukum, mulai bayi sampai dewasa, menikah dan meinggal
dunia perlu ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya, bahkan “masuk surga” sekalipun.
Bagi masyarakat modern atau masyarakat primitif, hukum akan selalu berfungsi, sebab hukum dapat diartikan sebagai hukum tertulis dan tidak tertulis. Tidak tertulisnya hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan tidak mengurangi keberadaan dan kehadiran hukum. Hanya bentuk, perwujudan dan penampilannya yang tidak dapat dibayangkan seperti pada masyarakat sekarang.
Apakah hukum itu dalam embrionya bertumbuh dari cara (usage) menuju ke kebiasaan (folk-ways), terus ke kelakuan (costum), untuk kemudian ke hukum adat, dan entah dari tahap mana dan kapan hukum tertulis menampakkan diri. Dalam menganalisa adanya pencampur-adukan menganalisir hukum sampai diungkapkannya hukum, perlu dimiliki pengetahuan sosial, budaya dan struktur masyarakat Indonesia serta melepaskan diri dari prasangka atau praduga tak bersalah. Dalam pemahaman sosiologis, hadirnya hukum adalah untuk diikuti atau dilanggar. Tetapi ada perilaku yang tidak sepenuhnya digolongkan kepada mematuhi hukum atau melanggar hukum yaitu penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial lebih luas daripada pelanggaran hukum, yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan kaidah yang ada sebagai unsur yang membentuk tatanan sosial.
Penyimpangan sosial tidak segera mempunyai arti pelanggaran hukum, dapat pula mengandung arti suatu penafsiran terhadap kaidah hukum yang formal. Hukum sebagai kerangka luar, lebih banyak memuat stereotip perbuatan daripada diskripsi mengenai perbuatan itu sendiri; akan berhadapan dengan tatanan di dalam daripada kehidupan sosial yang lebih substansial sifatnya, sehingga orang cenderung untuk memberikan penafsirannya sendiri terhadap hukum, dan yang demikian lalu hanya berfungsi sebagai pedoman saja. Penafsiran itu membuat hukum menjadi terang terhadap keadaan kongkrit dalam masyarakat. Antara penyimpangan sosial dan hukum terdapat hubungan yang erat, di mana hukum diminta bantuan untuk mencegah dan menindak terjadinya penyimpangan. Ancaman pidana terhadap pencurian, pembunuhan, penggelapan dan sebagainya adalah contoh-contoh dari pengangkatan perilaku sosial yang menyimpang ke dalam hukum. Tetapi tidak semua bentuk penyimpangan sosial dapat diangkat menjadi hukum, sebab ada persyaratan minimum etis, artinya ada ambang batas bagi pencantumannya ke dalam hukum seperti perilaku kebenaran pada anak-anak muda. Akhirnya, dapatlah dikatakan mudah untuk menilai hukum, perlu waktu panjang, bertahap dan hukum ingin memanusiakan manusia itu sendiri.
2.2 Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaran
Warga mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi
perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara. Jadi,
warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota dari suatu negara
Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (bahasa Inggris) yang mempunyai arti sebagai berikut.
a. Warga negara,
b. Petunjuk dari sebuah kota,
c. Sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air, dan
d. Bawahan atau kawula.
Menurut Hikam
(dalam Winarno, 2006), “Warga negara sebagai terjemahan dari citizen artinya adalah anggota dari
suatu komunitas yang membentuk negara itu sendiri”. Sekarang ini istilah warga
negara lazim digunakan untuk menunjukkan hubungan yang sederajat antara warga
dengan negaranya.
Dengan memiliki
status sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan
itu nantinya tercermin dalam hak dan kewajiban. Seperti halnya kita sebagai
anggota sebuah organisasi, maka hubungan itu berwujud peranan, hak dan
kewajiban secara timbal balik.
Rakyat lebih
merupakan konsep politis. Rakyat menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah
satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Penduduk adalah orang-orang
yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara dalam kurun waktu tertentu.
Orang yang berada di suatu wilayah negara dapat dibedakan menjadi penduduk dan
nonpenduduk. Adapun penduduk negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan
orang asing atau bukan warga negara.
Kewarganegaraan (citizenship) artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau
ikatan antara negara dengan warga negara. Istilah kewarganegaraan dibedakan
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis
1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara warga negara
dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum
tertentu. Tanda dari adanya ikatan hukum, misalnya akta kelahiran, surat
pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.
2. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum,
tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, keturunan, nasib, sejarah,
dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga
negara yang bersangkutan.
b. Kewarganegaraan dalam Arti Formil dan Materiil
1. Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempat kewarganegaraan.
Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
2. Kewarganegaraan dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
2.3 KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM NEGARA
Sebagai anggota dari negara, warga negara memiliki hubungan atau ikatan
dengan negara. Hubungan antara warga negara dengan negara terwujud dalam bentuk
hak dan kewajiban antara keduanya. Warga negara memilki hak dan kewajiban
terhadap negara. Sebaliknya, negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga
negaranya. Dengan istilah sebagai warga negara, ia memiliki hubungan timbal
balik yang sederajat dengan negaranya.
Hubungan
dan kedudukan warga negara ini bersifat khusus, sebab hanya mereka yang menjadi warga negaralah yang memiliki hubungan
timbal balik dengan negaranya. Orang-orang yang tinggal di wilayah negara,
tetapi bukan warga negara dari negara itu tidak memiliki hubungan timbal balik
dengan negara tersebut.
1.
Penentuan Warga Negara
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan
perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal
dengan dua asas yaitu:
a. Asas Ius Soli (Ius/hukum atau dalil, dan Soli/solum artinya negeri/tanah).
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat
dimana orang tersebut dilahirkan.
b. Asas Ius
Sanguinis (Sanguinis/sanguis artinya darah).
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan dari orang tersebut
Berdasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan
asas persamaan derajat, sebagai berikut.
1. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu
ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan
kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat
termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status
kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
2. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan
perubahan status kewarganegaraan suami atau istri. Keduanya memiliki hak yang
sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraan. Jadi, mereka dapat berbeda
kewarganegaraan seperti halnya ketika belum berkeluarga.
Negara memiliki
wewenang untuk menentukan warga negara sesuai asas yang dianut negara tersebut.
Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu negara tidak terikat oleh
negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara lain juga tidak boleh menentukan
siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu negara.
Penentuan
kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem
kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara ringkas problem kewarganegaraan
adalah munculnya apatride dan bipatride. Apatride adalah istilah
untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Bipatride adalah istilah
untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan rangkap (dua). Bahkan dapat
muncul multipatride yaitu
istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan banyak (lebih dari
dua).
2. Warga
Negara Indonesia
Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut.
1. Yang menjadi
warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Penduduk adalah
warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan hal
di atas, orang yang dapat menjadi warga negara Indonesia adalah:
2) Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi warga
negara.
Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UUD 1945, penduduk negara Indonesia terdiri
atas dua yaitu warga negara dan orang asing. Ketentuan ini merupakan hal baru
dan sebagai hasil amandemen atas UUD 1945. Sebelumnya, penduduk Indonesia
berdasarkan Indische Staatregeling
1927 Pasal 163, dibagi tiga, yaitu:
1) Golongan Eropa, terdiri atas
a. Bangsa Belanda
b. Bukan bangsa Belanda tetapi dari Eropa
c. Orang bangsa lain yang hukum keluarganya sama dengan golongan Eropa.
2) Golongan Timur Asing, terdiri atas
a. Golongan Tionghoa
b. Golongan Timur Asing bukan Cina
3) Golongan Bumiputra atau Pribumi, terdiri atas
a. Orang Indonesia asli dan keturunannya
b. Orang lain yang menyesuaikan diri dengan pertama
Dengan adanya ketentuan baru mengenai penduduk Indonesia, diharapkan tidak
ada lagi pembedaan dan penamaan penduduk Indonesia atas golongan pribumi dan
keturunan yang dapat memicu konflik antarpenduduk Indonesia.
Orang-orang bangsa lain adalah orang-orang peranakan seperti peranakan
Belanda, Tionghoa, dan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, yang mengakui
Indonesia sebagai tumpah darahnya dan bersikap setia kepada negara Republik
Indonesia.
2.4 HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
1. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara
Wujud hubungan antara warga negara dengan negara pada umumnya berupa
peranan (role). Peranan pada
dasarnya adalah tugas apa yang dilakukan sesuai dengan status yang dimiliki
dalam hal ini sebagai warga negara. Secara teori, status warga negara meliputi
status pasif, aktif, negatif, dan positif. Peranan warga negara juga meliputi
peranan yang pasif, aktif, negatif, dan positif. (dalam Winarno, 2006)
Peranan pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Peranan aktif merupakan aktivitas warga negara
untuk terlibat (berpartisipasi) serta ambil bagian dalam kehidupan bernegara,
terutama dalam mempengaruhi keputusan publik. Peranan positif merupakan
aktivitas arga negara untuk meminta pelayanan dari negara untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Peranan negatif merupakan aktivitas warga negara untuk menolak
campur tangan negara dalam persoalan pribadi.
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal
34 UUD 1945. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut.
Hak Warga
Negara :
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945
berbunyi “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Pasal ini menunjukkan asas keadilan sosial dan kerakyatan.
2. Hak membela negara. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.”
3. Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945, yaitu Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4. Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
Ayat (1) berbunyi bahwa: “Negara
berdasarkan atas Keruhanan Yang Maha Esa”
Ayat (2) berbunyi : “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.”
5. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 tentang hak dan kewajiban dalam membela negara.
“Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dn keamanan negara.”
6. Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945 tentang hak untuk mendapatkan
pengajaran. Ayat (1) menerangkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran. Sedangkan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan UUD 1945.
7. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal
32 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
8. Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat
(1), (2), (3), (4), dan (5). UUD 1945 berbunyi :
1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
2)
Cabang-cabang produksi yang enting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3)
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
9. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam pasal 34 UUD 1945 dijelaskan
bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Kewajiban warga negara terhadap
negara Indonesia antara lain :
1. Kewajiban menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yaitu segala warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib mnjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
2. Kewajiban membela negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam uapaya pembelaan negara.
3. Kewajiban dalam upaya pertahanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945
menyatakan Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Selain itu ditentukan pula
hak dan kewajiban yang dimiliki negara terhadap warga negara. Hak dan kewajiban
negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan kewajiban dan hak warga
negara terhadap negara. Beberapa ketentuan tersebut, antara lain sebagai
berikut.
a. Hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintahan
b. Hak negara untuk dibela.
c. Hak negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan untuk kepentingan
rakyat.
d. Kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum yang adil.
e. Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara.
f. Kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk
rakyat.
g. Kewajiban negara memberi jaminan sosial.
h. Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah.
2.5 Pengertian Warna
Negara
Warga Negara yaitu seseorang yang secara resmi merupakan anggota dari suatu
negara, seseorang dengan keanggotaan tersebut disebut warga negara. Dan seorang
warga negara mempunyai hak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Pengertian warga negara dari pendapat ahli:
Pengertian warga negara dari pendapat ahli:
• A.S. Hikam : Mendefinisikan bahwa warga
negara merupakan terjemahan dari “citizenship” yaitu anggota dari sebuah komunitas
yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik ketimbang
istilah kawula negara lebih berarti objek yang berarti orang- orang yang
dimiliki dan mengabdi kepada pemiliknya.
• Koerniatmanto S : Mendefinisikan warga
negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara
mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak
dan kewajiban yang bersifat timbal – balik terhadap negaranya.
• UU No. 62 Tahun 1958 : menyatakan bahwa
negara republik Indonesia adalah orang -orang yang berdasarkan perundang -
undangan dan atau perjanjian - perjanjian dan atau peraturan - peraturan yang
berlaku sejak proklamasi 17 agustus 1945 sudah menjadi warga negara republik
Indonesia
Dari ketiga pendapat diatas maka dapat disimpulkan warga negara adalah sebagai
sebuah komunitas yang membentuk negara bedasarkan perundangan-perundangan atau
perjanjian-perjanjian dan mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat timbal
balik terhadap negaranya.
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai
warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda
Penduduk,
berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar
sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang
unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan
mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada
warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga
Negara Indonesia (WNI) adalah:
1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut
telah menjadi WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum
negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300
hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu
seorang WNI
6. anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara Republik
Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan
ibunya.
9. anak yang baru lahir yang ditemukan di
wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah negara
Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau
tidak diketahui keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar wilayah
Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau ibu yang
telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya
meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan
yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh
ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun,
yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18 tahun atau
belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya
memperoleh kewarganegaraan Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun
yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh
WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam
situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau
belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang
ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia
lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai
anak oleh warga negara Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya
lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat
menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang,
asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini
memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang
berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih
lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas
kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin
8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
2.6 NEGARA
a.
Pengertian
Negara
adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi yang didalamnya
terdapat suatu pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya,
pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal
terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat,
wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Selain
pengertian tersebut. Adapun pengertian-pengertia negara bedasarkan pendapat
beberapa ahli, diantaranya adalah :
1. John Locke
dan Rousseau, negara merupakan suatu badan atau organisasi hasil dari
perjanjian masyarakat.
2. Max
Weber, negara adalah sebuah masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam wilayah tertentu.
3. Mac
Iver, sebuah negara harus memiliki tiga unsur poko, yaitu wilayah, rakyat, dan
pemerintahan.
4. Roger F.Soleau, negara adalah alat atau dalam kata lain wewenang yang
mengendalikan dan mengatur persoalan-persoalan yang bersifat bersama atas nama
masyarakat.
5. Prof.
Mr. Soenarko, Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah
tertentu dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan,
6. Prof. Miriam
Budiardjo memberikan pengertian Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah
dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan
lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.
Jadi Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan
diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya mempunyai kedaulatan
(keluar dan ke dalam).
. 7.
Roger F. Soltau : Negara
adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama
atas nama masyarakat.
8. Georg
Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia
yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
9. Prof. R. Djokosoetono : Negara
adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama.
10.
Aristoteles : Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi
beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan
tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
11. George Jellinek = Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang mendiami wilayah tertentu.12. G.W.F Hegel = Negara adalah organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
13. Logeman = Negara adalah organisasi kemasyarakatan (ikatan kerja) yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.
14. Karl Marx = Negara adalah alat kelas yang berkuasa (kaum borjuis/kapitalis) untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain (ploretariat/buruh)
Pengertian negara dapat ditinjau dari empat sudut yaitu:
1. Negara sebagai organisasi kekuasaan
Negara adalah alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan
antara manusia dalam masyarakat tersebut. Pengertian ini dikemukakan oleh
Logemann dan Harold J. Laski. Logemann menyatakan bahwa negara adalah
organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur masyarakatnya dengan kekuasaannya
itu. Negara sebagai organisasi kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata
kerja sama untuk membuat suatu kelompok manusia berbuat atau bersikap sesuai
dengan kehendak negara itu.
2. Negara sebagai organisasi politik
Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat
berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang diberi
kekuasaan memaksa. Dari sudut organisasi politik, negara merupakan integrasi
dari kekuasaan politik atau merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik.
Sebagai organisasi politik negara Bidang Tata Negara berfungsi sebagai
alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antar
manusia dan sekaligus menertibkan serta mengendalikan gejala–gejala kekuasaan
yang muncul dalam masyarakat. Pandangan tersebut nampak dalam pendapat Roger H.
Soltou dan Robert M Mac Iver. Dalam bukunya “The Modern State”, Robert M Mac
Iver menyatakan : “Negara ialah persekutuan manusia (asosiasi) yang
menyelenggarakan penertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang dilengkapi kekuasaan memaksa. Menurut RM
Mac Iver, walaupun negara merupakan persekutuan manusia, akan tetapi mempunyai
ciri khas yang dapat digunakan untuk membedakan antara negara dengan
persekutuan manusia yang lainnya. Ciri khas tersebut adalah : kedualatan dan
keanggotaan negara bersifat mengikat dan memaksa.
3. Negara sebagai organisasi kesusilaan
Negara merupakan penjelmaan dari keseluruhan individu. Menurut Friedrich Hegel
: Negara adalah suatu organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesa antara
kemerdekaan universal dengan kemerdekaan individu. Negara adalah organisme
dimana setiap individu menjelmakan dirinya, karena merupakan penjelmaan seluruh
individu maka negara memiliki kekuasaan tertinggi sehingga tidak ada kekuasaan
lain yang lebih tinggi dari negara. Berdasarkan pemikirannya, Hegel tidak
menyetujui adanya : Pemisahan kekuasaan karena pemisahan kekuasaan akan
menyebabkan lenyapnya negara. Pemilihan umum karena negara bukan merupakan
penjelmaan kehendak mayoritas rakyat secara perseorangan melainkan kehendak
kesusilaan. Dengan memperhatikan pendapat Hegel tersebut, maka ditinjau dari
organisasi kesusilaan, negara dipandang sebagai organisasi yang berhak mengatur
tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sementara manusia
sebagai penghuninya tidak dapat berbuat semaunya sendiri.
4. Negara sebagai integrasi antara pemerintah
dan rakyat
Negara sebagai kesatuan bangsa, individu dianggap sebagai bagian integral
negara yang memiliki kedudukan dan fungsi untuk menjalankan negara. Menurut
Prof. Soepomo, ada 3 teori tentang pengertian negara:
a. Teori Perseorangan (Individualistik)
Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang disusun berdasarkan
perjanjian antar individu yang menjadi anggota masyarakat. Kegiatan negara
diarahkan untuk mewujudkan kepentingan dan kebebasan pribadi. Penganjur teori
ini antara lain : Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, Herbert
Spencer, Harold J Laski.
b. Teori Golongan (Kelas)
Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang mempunyai
kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang kedudukan
ekonominya lebih lemah. Teori golongan diajarkan oleh : Karl Marx, Frederich
Engels, Lenin
c. Teori Intergralistik (Persatuan)
Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua
golongan, semua bagian dari seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan
masyarakat yang organis. Negara integralistik merupakan negara yang hendak
mengatasi paham perseorangan dan paham golongan dan negara mengutamakan
kepentingan umum sebagai satu kesatuan. Teori persatuan diajarkan oleh :
Bendictus de Spinosa, F. Hegel, Adam Muller
b. Fungsi
Negara
1. Mensejahterakan serta memakmurkan
rakyat
Negara yang
sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum
dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban
Untuk
menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan
pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus
bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman
yang datang dari dalam maupun dari luar.
4. Menegakkan keadilan
Negara
membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di
segala bidang kehidupan.
c.
Teori
Terbentuknya Negara
1. Teori Hukum Alam (Plato dan Aristoteles).
Kondisi Alam => Berkembang
Manusia => Tumbuh Negara.
2. Teori Ketuhanan
Segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan,
termasuk adanya negara.
3. Teori Perjanjian (Thomas Hobbes)
Manusia menghadapi kondisi alam dan
timbulah kekerasan, manusia akan musnah bila ia tidak mengubah cara–caranya.
Manusia pun bersatu (membentuk negara) untuk mengatasi tantangan dan
menggunakan persatuan dalam gerak tunggal untuk kebutuhan bersama. Di dalam
prakteknya, terbentuknya negara dapat pula disebabkan karena:
1.
Penaklukan.
2. Peleburan.
3. Pemisahan diri
4. Pendudukan atas negara/wilayah yang belum ada
pemerintahannya.
d. Unsur Negara
1. Deklaratif
Negara
mempunyai tujuan, undang–undang dasar, pengakuan dari negara lain baik secara
de jure dan de facto dan ikut dalam perhimpunan bangsa–bangsa, misalnya PBB.
2. Penduduk
Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga memiliki
kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau penduduk asli
Indonesia dan penduduk negara lain yang sedang berada di Indonesia untuk tujuan
tertentu.
3. Wilayah
Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari
sebuah kedaulatan. Wilayah adalah salah satu unsur pembentuk negara yang paling
utama. Wilaya terdiri dari darat, udara dan juga laut.
4. Pemerintah
Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan roda
pemerintahan.
5. Kedaulatan
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya
dengan semua cara.
e. Fungsi
Negara
• Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Negara wajib melindungi unsur negara(rakyat, wilayah, dan pemerintahan) dari
segala ancaman, hambatan, dan gangguan, serta tantangan lain yang berasal dari
internal atau eksternal. Contoh: TNI menjaga perbatasan negara
• Fungsi Keadilan
Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada diskriminasi atau kepentingan
tertentu. Contoh: Setiap orang yang melakukan tinfakan kriminal dihukum tanpa
melihat kedudukan dan jabatan.
• Fungsi Pengaturan dan Keadilan
Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk melaksanakan kebijakan dengan
ada landasan yang kuat untuk membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsan dan juga bernegara.
• Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran
Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat agar lebih makmur dan sejahtera.
f. Bentuk Negara
1. Negara kesatuan
-
Negara
Kesatuan dengan sistem sentralisasi
-
Negara
Kesatuan dengan sistem desentralisasi
2. Negara serikat
Di dalam
negara ada negara yaitu negara bagian.
f. Sifat-Sifat dari Negara
Sifat
organisasi negara berbeda dengan organisasi lainnya. Sifat negara antara lain :
1. Sifat memaksa agar peraturan
perundang-undangan di taati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat
tercapi serta timbulnya anarki dicegah. Maka negara memiliki sifat memaksa
dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara lega.
2. Sifat Monopoli, Negara mempunyai monopoli
dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat
menyatakan bahwa suatu aliran ke percayaan atau aliran politik tertentu di
kurangi hidup dan disebarluaskan oleh karena dianggap bertentang dengan tujuan
masyarkat.
3. Sifat mencakup semua (all encompassing, all
embracing). Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa
terkecuali
4. Sifat totalitas , Segala hal tanpa terkecuali
menjadi kewenangan negara. Contoh : semua orang harus membayar pajak, semua
orang sama di hadapan hukum dan lainnya.
Negara
merupakan wadah yang memungkinkan seseorang dapat mengembangkan bakat dan
potensinya. Negara dapat memungkinkan rakyatnya maju berkembang melalui
pembinaan.
G. Asal
Mula Terjadinya Negara
Berdasarkan kenyataan, negara terjadi karena sebab-sebab :
1) Ocupatie - Pendudukan yaitu suatu wilayah
yang diduduki oleh sekelompok manusia
2) Separatie - Pelepasan, yaitu suatu daerah
yang semual menjadi wilayah daerah tertentu kemudaia melepaskan diri
3) Peleburan, yaitu bebrapa negara meleburkan
diri menjadi satu
4) Pemecahan, yaitu lenyapnya suatu negara
dan munculnya negara baru
Berdasarkan teori, negara terjadi karena:
1) Teori Ketuhanan, yaitu negara ada karena
adanya kehendak Tuhan
2) Teori Perjanjian masyarakat, yaitu negara
ada karena adanya perjanjian individu-individu (contrac social)
3) Teori Kekuasaan, yaitu negara terbentuk
karena adanya kekuasaan / kekuatan
4) Teori Hukum Alam, yaitu negara ada karena
adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bermacam-macam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan
penuh untuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia
masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia
berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu
satu dengan lainnya.. Akibatnya seperti kata Thomas Hobbes (1642) manusia
seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hokum
rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing
merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah
manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan
individu-individu pada suatu Negara. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan
hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang
mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum
positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk menandai diferensiasi, dan hukum
terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan
didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat.
B. Saran
Masyarakat di suatu Negara seharusnya saling merangkul satu dengan yang lain,
saling membantu ,saling mengingatkan untuk melakukan hal yang positif atau yang
bermanfaat untuk negaranya, menghormati kepurusan dari kepala Negaranya saling
menghargai pendapat atau kritikan yang sifatnya untuk membangun.
DAFTAR
PUSAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar