PERAN MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL
MAHASISWA: ANTARA STATUS DAN PERAN
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
A. Siapa Mahasiswa ?
Kata Mahasiswa dibentuk dari dua kata dasar yaitu “maha” dan “siswa”. Maha berarti besar atau agung, sedangkan siswa berarti orang yang sedang belajar. Kombinasi dua kata ini menunjuk pada suatu kelebihan tertentu bagi penyandangnya. Di dalam PP No. 30 Tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (Bab I ps.1 [6]), yaitu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan / atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. (Bab II ps. 1 [1]). Dengan demikian, mahasiswa adalah anggota dari suatu masyarakat tertentu yang merupakan “elit” intelektual dengan tanggung-jawab terhadap ilmu dan masyarakat yang melekat pada dirinya, sesuai dengan “tridarma” lembaga tempat ia bernaung.
Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada tataran elit karena kelebihan yang dimilikinya, yang dengan demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan tanggung-jawab.
Dari identitas dirinya tersebut, mahasiswa sekaligus mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial, dan tanggungjawab moral
Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada tataran elit karena kelebihan yang dimilikinya, yang dengan demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan tanggung-jawab.
Dari identitas dirinya tersebut, mahasiswa sekaligus mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial, dan tanggungjawab moral
B. Mahasiswa dan Perubahan Sosial
Mahasiswa dan perubahan sosial yang digulirkannya Mahasiswa dan perubahan sosial yang digulirkannya."Mahasiswa Dan Perubahan Sosial Yang Digulirkannya.Mahasiswa,
Sekumpulan anak muda yang mengaku sebagai “agent of change” .Agen perubahan dari sebuah budaya. Jika kita melihat situasi sekarang ini, mahasiswa lebih banyak mendapat cap negatif , dari yang sukanya demo hingga memacetkan jalan, sambil bakar ban pula, bikin polusi udara, sudah gitu bikin roda ekonomi rakyat jadi tersendat. Kenyataan diatas tidak dapat kita ingkari , karena memang telah terjadi pergeseran sosiologis dinamika yang saat ini dari akarnya" Sejarah mencatat betapa heroiknya peran-peran mahasiswa pada beberapa dekade sebelum saat ini. Berbagai rezim di berbagai belahan bumi menjadi “korban” idealisme yang diusung oleh mereka, atas nama kepentingan dan kemashlahatan rakyat banyak. Tetapi pada hari ini mulut yang menyuarakan kebenaran dan keberpihakan kepada rakyat hilang bagaikan di telan bumi seiring dengan pengaruh globalisasi dan makin timbulnya sifat induvidualistis manusia dalam berinteraksi, sehingga masyarakat bersifat apatis terhadap perubahan sosial yang terjadi.Saat ini di tiap kampus kita bisa mengidentifikasikan ada 5 tipe mahasiswa dalam menghadapai perubahan sosial .ekonomi , politik dan budaya yang ada disekitar lingkungannya. Pertama adalah kelompok rekreatif yang berorientasi pada gaya hidup yang glamaur ,dan suka menghambur-hamburkan uang orang tuanya ,dan kelompok ini terasa paling banyak pada komposisi mahasiswa saat ini, Kedua adalah kelompok profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kita sering menyebutnya SO (study Oriented).
Ketiga kelompok opurtunis adalah mahasiswa yang cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa . Kempat ,kelompok idealis realistis adalah mahasiswa yang memilih cara moderat dalam berjuang menentang pemerintah dan yang terakhir adalah kelompok idealis konfrontatif (dimana mahasiswa tersebut aktif dalam perjuangannya menentang pemerintah yang menyiksa rakyatnya). yang makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak di kalangan yang dirugikan dan kemudian meluas menjadi gerakan sosial. Pandangan ketiga beranggapan bahwa gerakan sosial adalah semata-mata masalah kemampuan (leadership capability) dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu memberikan inspirasi, membuat jaringan, membangun organisasi, yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut. Lalu bagaimana dengan reformasi ‘98?Sebelum masa reformasi sudah terbelit masalah ekonomi yang cukup pelik. Sehingga timbul ketidakpuasan atas situasi yang ada. Mahasiswa yang merasa sebagai garda depan rakyat, turun kejalan untuk melakukan aksi demonstrasi.
Pada saat itu muncul conscience collective(kesadaran bersama) dimana mahasiswa merupakan satu kelompok yang harus bersatu padu. Dalam kondisi perilaku kolektif (menyimpang), terdapat kesadaran kolektif dimana sentimen dan ide-ide yang tadinya dimiliki oleh sekelompok mahasiswa yang menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari sistem yang ada. Aksi dari mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui secara sukarela memberikan bantuan kepada para mahasiswa yang sedang mengadakan demonstrasi.Setelah melihat paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah suatu peran mahasiswa dalam perubahan sosial . dimana perubahan sosial tersebut diwujudkan dalam reformasi yaitu gerakan yang hanya bertujuan untuk mengubah sebagian institusi dan nilai. Namun ada kritik terhadap peran mahasiswa setelah reformasi bergulir yaitu mahasiswa melupakan banyak bidang lainnya yang seharusnya digarap pasca reformasi. Mahasiswa hanya mereformasi bidang pemerintahan saja, padahal jika kita mau melihat tujuan awal .maka seharusnya bidang lain juga harus diperhatikan.
Mahasiswa dan perubahan sosial yang digulirkannya Mahasiswa dan perubahan sosial yang digulirkannya."Mahasiswa Dan Perubahan Sosial Yang Digulirkannya.Mahasiswa,
Sekumpulan anak muda yang mengaku sebagai “agent of change” .Agen perubahan dari sebuah budaya. Jika kita melihat situasi sekarang ini, mahasiswa lebih banyak mendapat cap negatif , dari yang sukanya demo hingga memacetkan jalan, sambil bakar ban pula, bikin polusi udara, sudah gitu bikin roda ekonomi rakyat jadi tersendat. Kenyataan diatas tidak dapat kita ingkari , karena memang telah terjadi pergeseran sosiologis dinamika yang saat ini dari akarnya" Sejarah mencatat betapa heroiknya peran-peran mahasiswa pada beberapa dekade sebelum saat ini. Berbagai rezim di berbagai belahan bumi menjadi “korban” idealisme yang diusung oleh mereka, atas nama kepentingan dan kemashlahatan rakyat banyak. Tetapi pada hari ini mulut yang menyuarakan kebenaran dan keberpihakan kepada rakyat hilang bagaikan di telan bumi seiring dengan pengaruh globalisasi dan makin timbulnya sifat induvidualistis manusia dalam berinteraksi, sehingga masyarakat bersifat apatis terhadap perubahan sosial yang terjadi.Saat ini di tiap kampus kita bisa mengidentifikasikan ada 5 tipe mahasiswa dalam menghadapai perubahan sosial .ekonomi , politik dan budaya yang ada disekitar lingkungannya. Pertama adalah kelompok rekreatif yang berorientasi pada gaya hidup yang glamaur ,dan suka menghambur-hamburkan uang orang tuanya ,dan kelompok ini terasa paling banyak pada komposisi mahasiswa saat ini, Kedua adalah kelompok profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kita sering menyebutnya SO (study Oriented).
Ketiga kelompok opurtunis adalah mahasiswa yang cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa . Kempat ,kelompok idealis realistis adalah mahasiswa yang memilih cara moderat dalam berjuang menentang pemerintah dan yang terakhir adalah kelompok idealis konfrontatif (dimana mahasiswa tersebut aktif dalam perjuangannya menentang pemerintah yang menyiksa rakyatnya). yang makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak di kalangan yang dirugikan dan kemudian meluas menjadi gerakan sosial. Pandangan ketiga beranggapan bahwa gerakan sosial adalah semata-mata masalah kemampuan (leadership capability) dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu memberikan inspirasi, membuat jaringan, membangun organisasi, yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut. Lalu bagaimana dengan reformasi ‘98?Sebelum masa reformasi sudah terbelit masalah ekonomi yang cukup pelik. Sehingga timbul ketidakpuasan atas situasi yang ada. Mahasiswa yang merasa sebagai garda depan rakyat, turun kejalan untuk melakukan aksi demonstrasi.
Pada saat itu muncul conscience collective(kesadaran bersama) dimana mahasiswa merupakan satu kelompok yang harus bersatu padu. Dalam kondisi perilaku kolektif (menyimpang), terdapat kesadaran kolektif dimana sentimen dan ide-ide yang tadinya dimiliki oleh sekelompok mahasiswa yang menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari sistem yang ada. Aksi dari mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui secara sukarela memberikan bantuan kepada para mahasiswa yang sedang mengadakan demonstrasi.Setelah melihat paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah suatu peran mahasiswa dalam perubahan sosial . dimana perubahan sosial tersebut diwujudkan dalam reformasi yaitu gerakan yang hanya bertujuan untuk mengubah sebagian institusi dan nilai. Namun ada kritik terhadap peran mahasiswa setelah reformasi bergulir yaitu mahasiswa melupakan banyak bidang lainnya yang seharusnya digarap pasca reformasi. Mahasiswa hanya mereformasi bidang pemerintahan saja, padahal jika kita mau melihat tujuan awal .maka seharusnya bidang lain juga harus diperhatikan.
C. Keterlibatan Mahasiswa Dalam Perubahan Sosial Kemasyarakatan
Perubahan sosial adalah suatu fenomena yang menarik sebab masalah sosial adalah perkara yang berhubungan dengan persoalan manusia sehingga tak sedikit para ahli soiologi mengkaji masalah ini. Sementara perubahan itu sendiri-baik yang sudah, sedang atau sudah berlangsung- sangat perlu diketahui apakah memberi banyak manfaat (dalam arti mampu memenuhi kebutuhan manusia).
Memang, para ahli sosiologi tampaknya belum begitu sepakat tentang pengertian dan penggunaan istilah ”Perubahan sosial” tersebut. Sebagian dari mereka mengartikan istilah itu dengan evolusi, pembangunan, perkembangan, dan perubahan yang terjadi di masyarkat. Dengan kata lain, istilah “Perubahan sosial” itu terbuka untuk di diskusikan.
Sosiolog Nisbet, membedakan penggunaaan istilah change dengan evolution, dengan maksud untuk mendeteksi “perubahan”. Change diartikannya sebagai terjadinya diskontinuitas dalam proses kehidupan masyarakat ; sementara evolution diartikan sebagai terdapatnya suatu kontinuitas dalam proses yang sama.
Pikiran Marx mengenai perubahan sosial lain lagi. Menurut Marx, jika lapisan atas (supra struktur) ssosial yang memegang kekuasaan karena menguasai alat-alat produksi bertindak sewenang-wenang dan melakukan tekanan terhadap lapisan bawah sosial, orang-orang dalam lapisan terakhir itu akan menuntut (dengan”kekerasan”) suatu perubahan sosial.
Mahasiswa menempati kedudukan yang khas (Special position) dimasyarakat, baik dalam artian masyarakat kampus maupun diluar kampus. Kekhasan ini tampak pada serentetan atribut yang disandang mahasiswa, misal : intelektual muda, kelompok penekan (Pressure group), agen pembaharu (Agent of change), dan kelompok anti status quo.
Dalam konteks pergerakan politik di Indonesia, sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia sudah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan, dapat dikatakan mereka adalah pelopor pergerakan kemerdekaan secara modern melalui organisasi-organisasi pergerakan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari kepeloporan mahasiswa Stovia yang dimotori Wahidin Sudirohusodo dalam mempelopori gerakan kemerdekaan dengan organisasi modern. Hal yang kurang lebih sama dilakukan oleh pergerakan mahasiswa dinegeri Belanda, Kelompok Kramat Raya, Pegangsaan, KAMI, Malari, dan yang terakhir jatuhnya rezim Soeharto oleh gerakan Reformasi Mahasiswa. Fakta- fakta ini menunjukkan bahwa mahasiswa adalah kelompok yang selalu berdiri di garda terdepan hamper setiap perubahan yang terjadi.
Dalam perspektif sosial, mahasiswa pun menunjukkan dinamika tersendiri sebagai kelompok yang secara konsisten memperjuangkan hak-hak kaum tertindas serta memberi kontribusi yang tidak kecil dalam rekayasa perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih baik. Posisi mahasiswa yang netral (Neutral position) dan tidak mempunyai kepentingan tertentu atau dibawah kepentingan telah menempatkannya pada posisi yang sangat disegani dan dihormati dalam setiap proses perubahan sosial masyarakat.
Dari sisi historis, memori kita juga tidak bisa menepis sebuah opini bahwa pada setiap zaman dan peradaban, kaum muda selalu tampil sebagai agen dan aktor perubahan. Secara kolektif, kaum muda bisa menjadi sebuah ikon pembaharu yang sanggup memberikan pengaruh dan imbas dahsyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat beralasan, sebab dukungan fisik, semangat, dan talenta idealisme, sangat kuat tercitrakan pada sosok kaum muda. Momentum reformasi 1998 hingga berhasil menggeser rezim Orde Baru dari singgasana kekuasaannya pun tak luput dari peran kaum muda yang dipelopori oleh barisan mahasiswa kita.
Meskipun demikian, kita juga harus jujur mengakui bahwa dinamika kaum muda saat ini tidak selalu bergerak pada ranah pemikiran dan aksi yang cerdas dan mencerahkan. Tidak sedikit kaum muda yang gampang terjebak melakukan tindakan anomali sosial demi memanjakan nafsu dan ambisi sekelompok orang yang dengan amat sadar memanfaatkan potensi dan talenta mereka. Dalam pandangan awam saya, demo-demo anarkhis dan vandalistis yang ditandai dengan aksi perusakan fasilitas publik, bukanlah semata-mata inisiatif murni kaum muda yang ingin melakukan sebuah perubahan, melainkan diduga telah disetir dan digerakkan oleh kelompok tertentu yang paham betul tentang potensi gerakan kaum muda sebagai generasi pendobrak. Kelompok tertentu inilah yang dianggap dengan amat sadar melakukan gerakan-gerakan terselubung dengan memanfaatkan kaum muda sebagai tameng untuk menciptakan situasi keruh dan tidak menentu dalam upaya menggapai puncak ambisi dalam ranah kekuasaan.
Sungguh, kaum muda yang gampang terkena provokasi sehingga terjebak melakukan tindakan anarkhis dan vandalistis yang sangat tidak menguntungkan bagi publik, sejatinya telah menodai citra kaum muda sebagai aktor perubahan itu sendiri. Meski demikian, saya juga optimis bahwa suatu ketika kaum muda negeri ini bisa bangkit merapatkan barisan untuk melakukan “reinkarnasi” secara kolektif mengejawantahkan semangat para pendahulunya dalam upaya melakukan sebuah perubahan yang cerdas dan mencerahkan bagi kehidupan bangsa dan negerinya. Semoga mimpi dan optimisme itu bisa terwujud.
D. Potensi Besar Pemuda-Mahasiswa dalam Kehidupan Masyarakat
Demikian keadaan dan peran golongan pemuda. Kiprah mereka telah terukir indah dalam tinta emas sejarah. Mereka merupakan tonggak dan potensi besar suatu kehidupan. Terlebih kelompok pemuda seperti mahasiswa; karena, selain diharapkan oleh umat, peranan mereka pun sangat didambakan oleh kelompok masarakat lainnya sebagai pionir perubahan ke arah yang lebih baik. Posisi mereka sebagai mahasiswa memang menjadi peluang bagi mereka untuk mengembangkan potensi sebesar-besarnya. Tidak heran jika perubahan sosial politik diberbagai belahan dunia dipelopori oleh gerakan pemuda-mahasiswa. Sebagian sahabat yang menyertai Rasulullah SAW dalam memperjuangkan Islam yang akhirnya berhasil menguasai lebih dari dua pertiga belahan bumi adalah para pemuda yang menjadi murid (mahasiswa) Rasulullah SAW.
Secara fitra, masa muda merupakan jenjang kahidupan manusia yang paling optimal. Dengan kematangan jasmani, perasaan dan akalnya, sangat wajar jika pemuda-mahasiswa memiliki potensi yang besar dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainya. Kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan banyak dimiliki pemuda mahasiswa. Pemikiran kritis mereka sangat didambakan umat. Di mata umat dan masyarakat umumnya, mereka adalah agen perubahan (agent of change) jika masyarakat terkungkung oleh tirani kezaliman dan kebodohan. Mereka juga motor penggerak kemajuan ketika masyarakat melakukan proses pembangunan. Tongkat estafet peralihan suatu peradaban terletak di pundak mereka. Baik buruknya nasib umat kelak, bergantung pada kondisi pemuda dan mahasiswa sekarang ini.
Namun, potensi tinggallah potensi. Ibarat pedang yang sangat tajam; ketajamannya tidak menjadi penentu bermanfaat-tidaknya pedang tersebut. Orang yang menggenggam pedang itu-lah yang menentukannya. Pedang yang tajam terkadang digunakan untuk menumpas kebaikan dan mengibarkan kemaksiatan, jika dipegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, jika berada di tangan orang yang bertanggung jawab, ketajaman pedang itu akan membawa manfaat. Demikian juga dengan potensi mahasiswa. Potensi yang begitu hebat itu bisa dipergunakan untuk menjunjung tinggi kebaikan, bisa juga untuk memperkokoh kejahatan dan kedurjanaan. Itulah sebabnya, begitu banyak contoh pemuda-mahasiswa yang berjasa menjadi pilar penentu kemajuan suatu peradaban, tetapi tidak sedikit di antara mereka yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi peradaban, dan menghancurkan kemuliaan suatu tatanan kehidupan. Jadi, potensi yang dimiliki oleh pemuda-mahasiswa haruslah diarahkan untuk menyokong dan mempropagandakan nilai-nilai kebaikan. Seorang mahasiswa muslim tentunya akan berada di garis depan untuk membela, memperjuangkan, dan mendakwahkan nilai-nilai Islam. Seorang mahasiswa muslim tidak layak hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan di tengah kemunduran umat yang sangat memprihatinkan ini. Seorang mahasiswa muslim jangan sampai menjadi penghalang kemajuan Islam dan perjuangan kaum muslimin
E. MUNCULNYA GERAKAN PERUBAHAN SOSIAL
Secara teoritis, literatur-literatur ilmu politik menjelaskan beberapa pandangan yang menjadi penyebab lahirnya sebuah gerakan yang mengarah pada perubahan sosial. Pandangan pertama menjelaskan bahwa gerakan sosial itu dilahirkan oleh kondisi yang memberikan kesempatan (political opportunity) bagi gerakan itu. Pemerintah yang moderat, misalnya, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter. Kendala untuk membuat gerakan di negara yang represif lebih besar dibandingkan dengan negara yang demokrat. Sebuah pemerintahan negara yang berubah dari represif menjadi moderat terhadap oposisi, menurut pandangan ini, akan diwarnai oleh lahirnya berbagai gerakan sosial yang selama ini terpendam di bawah permukaan.
Pandangan kedua berpendapat bahwa gerakan sosial timbul karena meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, misalnya, dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak di kalangan yang dirugikan dan kemudian meluas menjadi gerakan sosial. Pandangan ketiga beranggapan bahwa gerakan sosial adalah semata-mata masalah kemampuan (leadership capability) dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu memberikan inspirasi, membuat jaringan, membangun organisasi, yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut.
Selain itu, dalam sebuah perubahan sosial, selalu ditemukan faktor-faktor penting yang menjadi pemicu lahirnya perubahan yang pada gilirannya menjadi realitas sosial baru. Perintis sains-sains sosial Islam, Dr. Ausaf Ali berpendapat bahwa faktor-faktor penting yang menjadi pemicu perubahan itu adalah: pertama, munculnya kritik terhadap realitas dan praktek sosial yang ada, yang dilakukan oleh mereka yang cenderung terhadap tatanan baru. Kedua, adanya paradigma baru nilai-nilai, norma dan sistem penjelas yang berbeda; dan ketiga, partisipasi sosial yang dipilih oleh mereka yang cenderung dengan tatanan baru tersebut dalam mentransformasikan masyarakatnya. Faktor-faktor penting tersebut dapat kita lihat dalam sejarah Renaisance di Eropa, lahirnya Marxisme dan Sosialisme di Eropa Timur, dan terutama sekali sejarah perjuangan nabi-nabi, serta berbagai perubahan sosial mutakhir yang melibatkan para mahasiswa.
Sementara Huntington (1991) menjelaskan mekanisme transisi politik dari pemerintahan ortoriter ke demokratis dengan mengajukan empat model perubahan politik. Pertama, model transformasi (transformation). Dalam hal ini, inisiatif demokratisasi berasal dari pemerintah. Pemerintahlah yang melakukan liberalisasi sistem politik. Biasanya model ini terjadi di negara yang pemerintahannya sangat kuat, sementara masyarakat sipilnya lemah. Transisi yang terjadi di Taiwan pada awal tahun 1990-an, ketika pemerintah Kuomintang menyelenggarakan pemilu yang demokratis kira-kira masuk dalam model ini. Juga proses perubahan transisi politik yang terjadi di Spanyol dan Brazil.
Kedua, model replasi (replacement). Model ini terjadi ketika pemerintah yang berkuasa dipaksa untuk meletakkan kekuasaannya dan kemudian digantikan oleh kekuatan oposisi. Berbeda dengan model pertama di atas, model ini terjadi di negara yang pemerintahannya mulai lemah, sedangkan masyarakat sipilnya tubuh menjadi kuat. Rejim Marcos di Filipina yang dipaksa turun oleh rakyatnya dan kemudian digantikan oleh Cory Aquino merupakan contoh yang tepat untuk model ini, selain Jerman Timur dan Portugal.
Ketiga, model transplasi (transplacement). Model ini merupakan gabungan dari dua model yang sudah disebutkan di atas. Model ini terjadi karena pemerintah yang berkuasa masih kuat, sementara pihak oposisi belum terlalu solid untuk menjatuhkannya. Maka diupayakanlah berbagai proses negosiasi antara pihak pemerintah dan pihak oposisi tentang bagaimana langkah-langkah yang harus diambil bersama untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis secara gradual. Lech Walesa di Polandia agaknya mempraktekkan model ini dengan cara melakukan negosiasi dengan pihak militer untuk mewujudkan demokratisasi. Hal yang sama terjadi di Bolivia dan Nicaragua.
Keempat, model intervensi (intervention). Model ini terjadi disebabkan oleh keterlibatan pihak eksternal yang turut campur. Contoh kasus yang paling tepat barangkali adalah intervensi angkatan perang AS terhadap pemerintahan Panama dengan tuduhan keterlibatan jaringan perdagangan obat bius. Intervensi akhirnya mendorong dilaksanakan pemilu yang demokratis.
Mengacu pada beberapa rumusan teoritis di atas, maka dinamika keterlibatan mahasiswa dalam setiap momen perubahan sosial politik sangat bervariasi, tergantung pada kondisi obyektif yang ada. Dalam sistem politik nasional yang otoriterianistik, seperti Indonesia pada jaman Orde Baru, gerakan mahasiswa cenderung sulit menemukan bentuknya yang heroik. Hal ini bisa dipahami sebagai konsekuensi dari upaya sebuah rejim otoriter untuk membungkam setiap gerakan yang berseberangan dengan kekuasaan, termasuk gerakan mahasiswa. Dalam kondisi yang demikian, maka yang terjadi adalah upaya pemasungan dan pengendalian hak-hak mahasiswa. Mahasiswa kemudian diarahkan menjadi “anak baik” yang akan mengisi kotak-kotak pembangunan, tanpa disertai adanya kesadaran yang tepat terhadap berbagai persoalan masyarakat. Lulusan perguruan tinggi pun hanya menjadi kacung pembangunan untuk melegitimasikan kekuasaan otoriter yang korup. Itulah yang terjadi selama ini.
Namun demikian, dalam logika gerakan, kondisi yang otoriterianisktik dan korup justru menjadi faktor awal untuk memunculkan kritik dan berbagai ketidakpuasan sosial lainnya. Dalam perspektif yang lebih luas, ketimpangan dunia dalam wujud kapitalisme dan imperialisme juga menjadi landasan kritik bagi gerakan mahasiswa. Dinamika kondisi politik yang berubah dari represif menjadi moderat terhadap oposisi, juga akan melahirkan berbagai gerakan mahasiswa yang selama ini terpendam di bawah permukaan. Atau menurut terminologi Huntington, dalam model replasi dan transplasi akan memberi ruang gerak yang lebih luas bagi gerakan mahasiswa.
Selain itu, perkembangan gerakan mahasiswa di banyak negara lain di manca negara secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada gerakan mahasiswa di tanah air. Gerakan mahasiswa di Korea, Cina, Amerika Latin, dan lain sebagainya sering menjadi referensi pembanding dalam merumuskan strategi gerakan yang efektif bagi gerakan mahasiswa kita.
https://baharcool89.wordpress.com/2009/06/01/peranan-mahasiswa-dalam-perubahan-sosial/
http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/mahasiswa-dan-perubahan-sosial.html
http://sibolang-lampung.blogspot.co.id/2011/04/peran-mahasiswa-sebagai-pionir.html
https://ngakanyudha.wordpress.com/2014/06/13/gerakan-mahasiswa-dan-kontribusinya-terhadap-perubahan-sosial-politik-indonesia/
http://peran-mahasiswa.blogspot.co.id/
http://armasatria.blogspot.co.id/2014/03/makalah-kewarganegaraan-tentang-peranan.html
http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/mahasiswa-dan-perubahan-sosial.html
http://sibolang-lampung.blogspot.co.id/2011/04/peran-mahasiswa-sebagai-pionir.html
https://ngakanyudha.wordpress.com/2014/06/13/gerakan-mahasiswa-dan-kontribusinya-terhadap-perubahan-sosial-politik-indonesia/
http://peran-mahasiswa.blogspot.co.id/
http://armasatria.blogspot.co.id/2014/03/makalah-kewarganegaraan-tentang-peranan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar